Hujan kali ini benar-benar
mengingatkanku pada sosok perempuan berjilbab dengan senyum manis yang selalu
tersungging rapi dibibirnya, ia adalah seorang yang selalu membuat hati ini
tenang dan berdebar jika melihatnya, ya walaupun ia hanya sebagai sahabat tapi
mungkin karena perasaan manusiawi yang tuhan anugrahkan membuatku seperti itu,
rasanya ingin sekali ku bertemu dengannya. Ah tapi kejadian lalu itu membuatku
tersontak kaget, sakit, dan apa ini yang disebut dengan patah hati?, mungkin!
***
Seorang laki-laki putih, tinggi,
dan rapi itu menghampiriku.
“Assalamualaikum, permisi bolehkah saya meminta
tolong?”
“waalaikumsalam,
iya silahkan jika saya bisa bantu, insya Allah saya bantu”
“tau alamat ini?”
“ya, ini alamat
rumah temen saya, ina namanya, lumayan dekat dari sini, mari saya antarkan”
“oh, tidak
apa-apa tidak usah saya bisa sendiri”
“tidak apa-apa
mari”
Laki-laki itu
kemudian jalan beriringan denganku, dan sedikit berbincang-bincang.
“kang, maaf
siapanya ina ya” tanyaku
“saya kaka
tingkatnya ina, adek sendiri?”
“saya teman
SMAnya ina kak, tapi sudah lama tidak bertemu”
“kuliah dimana
sekarang?”
“di unand kang,
oh ya sudah saya pergi dulu ya, masih
ada urusan”
“sebentar
katanya sudah lama tidak bertemu dengan ina, sekalian saja”
“assalamualaikum,
kang ihsan, rian” suara itu mengagetkan kami, dan subhanallah ina terlihat
begitu anggun dengan jilbab biru langitnya, sudah beberapa bulan tak bertemu
dengan ina, kini ia terlihat lebih dewasa dan cantik!.
“waalaikumsalam”jawab
kami serentak
“kang, teh saya
pulang dulu ya” pamitku, walaupun aku sudah lama tidak bertemu dengan ina, dan
sebenarnya ingin sekali berbincang-bincang dengan calon dokter itu, tapi aku
merasa tidak enak dengan laki-laki tadi, takut mengganggu urusannya pikirku.
Kuambil tas
ranselku, dan hari ini aku akan mengunjungi rumah sahabat penaku, tapi
sebelumnya aku harus ke kantor kecamatan dulu, sebelum aku berangkat kepadang 3
hari nanti, kuharus melengkapi berkas untuk persyaratan beasiswa, karena
kusadar diseberang sana aku tak bisa selalu mengandalkan uang dari orang tua,
kasihan mereka terlalu membanting tulang untuk membiayaiku dan adik-adikku, dan
kuharap dengan beasiswa ini aku bisa meringankan beban orangtuaku.
“assalamualaikum
rian”
“waalaikumsalam
wr.wb” jawabku, dan terlihat seorang perempuan dan laki-laki jalan berbarengan,
ina dan kang ihsan.
“mau kemana?”
tanya ihsan.
“mau ke kantor
kecamatan kang, ada urusan”
“oh, kalau
begitu, mari berangkat sama-sama kami juga mau kesana” sahut ina.
“kalau boleh tau
ada perlu apa kang?”
“iya, saya
meminta antar kepada ina untuk kekantor kecamatan, yaitu untuk meminta
perizinan, saya akan melakukan tugas pengabdian didaerah sini”
“kalau boleh tau
akang ini tingkat berapa ya?”
“saya sudah
lulus sebenarnya dan sekarang sedang mallaui tahap KOAS”
“subhanallah
calon dokter muda ya kang, teh ina juga” kagum ku.
“insya Allah”
senyum ina begitu manis, tapi tak semanis saat ada seorang laki-laki
disampingnya, walau ku tau laki-laki itu adalah kakak tingkatnya, tapi
perasaanku tetap saja merasakan sesuatu yang bisa dibilang itu cemburu.
Tiba-tiba hujan begitu deras,
kami kemudian mengambil tempat untuk berteduh, yaitu di sebuah warung yaang
sedang tutup, satu hal yang membuat hatiku merasa panas saat melihat laki-laki
itu memberikan jaketnya kepada ina dan berbicara sangat lembut, “neng, pakai
ini agar tidak masuk angin”. Ina sebenarnya sempat menolak, tapi bujukan
laki-laki itu membuatnya luluh. pikiranku terasa kacau saat itu, dan menyesali
pada diri sendiri, kenapa bukan aku yang memberikan jaket kepada ina, padahal
saat itu mungkin ina kedinginan karena kehujanan, tetapi malah laki-laki itu,
yang saat itu ku tak tau siapanya ina saat itu, aku bukan tipe orang yang
melindungi ina, dan sepertinnya mereka begitu cocok, sakit rasanya, dipikiranku
saat itu hanyalah, mereka berpacara apalagi saat panggilan ‘neng’ terlontar
dari mulut laki-laki itu, karena setahuku panggilan itu hanya dipakai orang
yang berpacaran, dan terlihat ina yang sepertinya merasa terlindungi saat
bersama laki-laki itu.
***
“daaaar”
petir yang menggelegar mengagetkan lamunanku, langit padang memang sedang tidak
bersahabat dan malam ini aku hanya bisa berdiam diri dikamar kostku. Dan ntah
kenapa kejadian itu terbayang-bayang lagi olehku, rasa penasaran tentang
laki-laki itu terus menghantuiku. Sebaiknya ku sms ina, agar ku tidak mati
penasaran.
Dengan
tangan yang bergetar efek dari debaran jantungku saat itu ku mulai mengetik
kata-kata menanyakan kabar kepada ina, dan sms itu berlanjut hingga ku teringat
akan kepenasaranku siapakah laki-laki itu dan balasan yang ditunggu datang
juga.
‘maaf
rian kenapa bertanya seperti itu, tp untuk kejelasannya baiklah saya jelaskan,
kang ihsan adalah kakak tingkatku, memang ia 3 tahun diatasku, ia sudah sarjana
dan sedang malanjutkan KOAS, kami kenal karena kami mitra kerja di sebuah
organisasi, dan satu hal yang membuat kami terlihat dekat... *sebagian text
hilang*’
Saat
itu hatiku mulai tak tenang menunggu text kelanjutannya dan sambunganya masuk
juga
“karena
dulu ibu, pernah menitipkanku pada kang ihsan, dan memang saya merasa sangat
terlindungi saat saya jauh dari ibu. Begitu rian J”
Sepenggal
kalimat itu membuatku tersontak kaget, tan hatiku terasa semakin sakit, kenapa
bisa laki-laki itu bisa begitu akrab dengan orang tua ina, mungkinkah ada
hubungan spesial antar mereka?. Karena aku merasa penasaran ku mebalas dengan
kalimat yang ntah respon apa yang akan diberikan ina.
‘ohh
hehe, kalian berpacarn ya?’
Yang
terlintas dibenakku adalah bidadariku itu telah menemukan pangerannya.
‘astagfirullah
rian, kami tidak berpacaran, ingat kan apa yang saya katakan dulu?, maaf rian,
saya dipanggil ibu asrama. jadi nanti dilanjutkan ya. Wassalam’
Sms
penutup itu membuat hati ini menjadi tenang, ya memang saat ini bidadariku
sedang dekat dengan seseorang, tapi suatu saat siapakah pangeran yang akan
mendampinginya? Itu rahasisa illahi.
“allahu
akbar... allahu akbar...” suara adzan terdengar dan hujan pun mereda saatnya ku
harus pergi kemesjid dan agar hati ini menjadi semakin tenang.
“
Tidak ada komentar:
Posting Komentar